Ketika Korupsi di Legalkan
Enam puluh tujuh
tahun negeri ini telah merdeka, seharusnya pemimpinya sudah bisa
mensejahterakan rakyatnya. Tapi apa yang bisa dibanggakan dengan negeri ini.
Negeri yang kaya akan segala-galanya kenepa harus bertumpuk-tumpuk hutang yang
ada. Lihat alam kita begitu luas dan kaya akan hasil bumi , laut, dan udaranya.
Tapi kita hanya sebagai penoton orang-orang yang mengeruk dan membawa kabur ke
negeri seberang. Apalagi dengan kebudayaan yang sangat banyak pastilah negeri
sangat kaya raya, tapi semua tak bisa disatukan lagi, ketika suku, ras, dan
golongan saling mengedapankan egonya. Maka hancur sudah apa yang menjadi
cita-cita negeri ini dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Masa demi masa telah
dilalui negeri ini, mulai dari zaman orde lama samapai dengan kepemimpinan yang
sabgat tegas dan pemberani seakan-akan tidak butuh terhadap bantuan negara
lain. Tapi, disisi lain sangat membutuhka uluran tangan dari bangsa lain yang
lebih dulu merdeka. Ternyata dalam kenyataanya negeri kita dulu sangat disegani
oleh seluruh pelosok dunia dengan gerakan “Non-Bloknya”. Tak lama waktupun
bergulir, orde lama pun akhirnya tumbang dan digantikan masa orde baru. Masa
ini dirasa masyarakat bisa menjadi solusi yang terbaik daripada masa orde lama.
Tapi lambatlaun orde baru ini kebusukanya mulai tampakdengan seksama, dengan
model kepemimpinan yang jika dilihat dari luar sejahtera rakyatnya, tapi jika
dilihat dari dalam rakyatnya tertekan dan tersiksa batinnya. Orde baru
meninggalkan jasa yang sangat banyak dan menyeluruh di negeri tercinta ini,
bukan hanya kebaikanya saja ternyata keburukanya juga sebanding dengan kebaikan
yang telah dilakukannya.
Akhirnya pada tahun
1998 negeri ini ingin mengubah kepemimpinanya dan pola aparatur negarnya.
Masyarakat menjadi sangat senang dan bahagia karena beranggapan masa yang baru
dengan sebutan reformasi ini, bisa mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik
daripada masa orde baru karena saat ini rakyat bisa menjadi pemimpin
dinegerinya sendiri. Dengan adanya pemilihan langsung untuk memilih wakilnya
dipemerintahan baik berupa yudikatif, legislative, dan juga eksekutif, dengan
harapan bisa mewakili aspirasi mereka. Realitas berbalik dari harapan, negeri
ini mulai tak terkontrol karena semua bebas masuk dalam mendirikan organisasi,
parpol, ormas, dan lain-lain. Yang menjadikan bangsa ini, menjadi bangsa yang
bebas dengan adanya aturan-aturan pemerintah yang bisa dipesan dengan uang,
inilah reformasi yang berjalan tidak pada dasar awalnya.
Dipandang sekilas
memang reformasi yang menciptakian demokrasi dan rule of law diharapkan
memberikan harapan bagi masyarakat luas untuk hidup lebih sejahtera. Dengan
adanya pemilihan wakil mereka secara langsung. Ternyata mereka memilih wakil
yang salah dan sebagain besar wakil masyarakat hanya mementingkan kepentingan
sendiri, golongan, kelompok suku, dan ras. Bukan untuk masyarakat seutuhnya.
Betapa negeri ini sang wakil rakyat tak mau mengurusi rakyatnyta yang sedang
sengsara, malah mereka menghambur-hamburkan uang negara untuk kepentingan
bersama. Bahkan yang terkena kasus korupsi bukan dari pemerintah pusat saja.
Sejak dibukanya otonomi daerah secara berangsur-angsur baynak pemerintah daerah
yang tersandung korupsi.bahkan korupsi tidak filakukan sendiri saja, ada juga
yang namanya korupsi berjamaah dengan instansi-instansi tertentu dalam
pemerintahan.
Dalam buku ini
penulis juga mengungkapkan secara gamblang bagaimana arus korupsi yang
dilakukan secara massa dari pusat ke daerah. Terutama yang paling menjadi center korupsi di negeri ini adalah pada DPR yang mengatasnamakan
wakil rakyat. Terbukti dari berbagai sumber baik media, penelitian, kepolisian,
juga indikasi yang paling banyak dan instansi yang mempunyai peluang korupsi
terbanyak adalah DPR. Terbukti dengan adanya bebrapa oknum DPR yang resmi
menjadi terpidana korupsi baik kasusnya sedang dalam taraf pengadilan ataupun
yang sudah diputus dengan putusan yang ringan. Contohnya ada kasus wisma atlet,
hambalang, banggar, proyek percepatan daerah transmigrasi , kasus penggelapan
uang pajak, BLBI, dan masih banyak kasus-kasus lain yang menjadi PR pemerintah
untuk memutuskanya. Hal semacam ini seharusnya menjadi keprihatinan publik atas
serangkaian praktek-praktek tindak pidana korupsi yang semakin menjalar ke
masyarakat luas. Adapun dampak yang akan ditimbulkan adalah rusaknya sistem
demokratisasi, rusaknya sendi-sendi masyarakat, terhambatnya pertumbuhan
ekonomi dan daya saing, dan terhambatnya upaya pengentasan kemiskinan dan
penegakan hukum dan HAM di negeri yang kita sayangi ini.
Solusi yang dapat
ditawarkan dibawah ini adalah seharusnya para wakil rakyat memiliki moral
kebijaksanaan untuk memperjuangkan dan menegakkan harga diri, martabat rakyat.
Hal itu pertama-tama terimplimentasi misalnya melalui pertanggungjawaban secara
legal dan moral dihadapan rakyat tentang sejauh mana kinerja wakil rakyat.
Pertanggungjawaban itu memungkinkan diskursus public tentang manakah yang harus
diambil, termasuk bagaimana kemudian merakit sebuah tanggungjawab yang peka,
peduli tehadap rakyat. Dengan ini, rakyat sesungguhnya ditarik untuk turut
mengontrol dan mengawasi wakil rakyat tersebut.
Buku ini selain
menunjukkan urgensi tanggungjawab seorang wakil rakyat, juga menekan agar kasus
korupsi tidak terbias ketengah publik. Melelui buku ini penulis berharap agar
DPR yang bersih dari korupsi. Karena penulis sangat tahu seperti apa tubuh DPR
pada masa sekarng ini, dihadapkan pada korupsi yang menggurita. Seperti halnuya
penyakit yang di vonis oleh dokter tidak akan bisa terobati, tapi dengan
keyakinan dan kekuatan daya dan pikiran pasti akan menemukan obat yang tepat
pula. Percaya tidak petcaya bila hukum sudah tidak ditaati lagi bahkan sang
pembuat hukum itu melanggarnya sendiri, maka apa yang menjadi kenyataanya?
Ataukah kita akan kembali kepada Tuhan untuk bersimpuh dan mengadu, ataukah
kita akan menuhankan uang, karena hidup hanya untuk uang dan karena uang kita
bisa hidup.!
Komentar
Posting Komentar